Selasa, 06 Mei 2008

Edisi Pertama No. 14

POTENSI MANUSIA

Oleh: M. Azam Prihatno Azwar*)

M

anusia pada setiap langkah kehidupannya akan selalu menemukan berbagai kejadian baik yang menggembirakan maupun yang menyedihkan. Sunnah Allah memang menghendaki hal yang demikian. Tidak ada seorang pun yang dapat lepas dari Sunnah Allah. Sunnah Allah meliputi seluruh sisi kehidupan manusia bahkan seluruh kehidupan alam raya. Demikianlah Allah menciptakan alam raya ini lengkap dengan tata aturan yang mengikatnya.

Tak seorang pun manusia, dalam kehidupan di muka bumi ini, yang senantiasa merasakan bahagia ataupun sengsara. Bahagia atau sengsara senantiasa bergantian mendatangi kehidupan manusia. Dibalik kekayaan seseorang terdapat kesengsaraan begitu juga dengan kemiskinan seseorang terdapat kebahagiaan, dengan kata lain pada setiap kebahagiaan menempel padanya kesengsaraan dan begitu pula sebaliknya pada kesengsaraan terdapat kebahagiaan. Allah mengatur semua itu dengan dinamika yang pasti mampu dijalani oleh manusia, sebagai suatu ujian dalam menempuh kehidupan ini. Pada dinamika kehidupan yang seperti inilah manusia diberikan tanggung jawab (amanah), yang nantinya akan diberikan balasan berupa kebahagiaan abadi (sorga) atau kesengsaraan abadi (neraka).

Dengan demikian, bahwa kebahagiaan abadi yang menjadi cita-cita setiap manusia, tidak hanya mungkin bagi orang kaya saja, tapi setiap manusia berhak untuk memperolehnya, tergantung dari seberapa besar kemampuan manusia menghadapi ujian sengsara dan bahagia.

Untuk menghadapi ujian-ujian tersebut, Allah melengkapi diri manusia dengan potensi yang dengannya, setiap manusia menjadi mampu untuk menghadapi ujian dalam bentuk apapun. Dengan potensi tersebut manusia tidak akan “gagal” dalam menghadapi ujian kehidupan, asalkan potensi itu digunakan semaksimal mungkin. “Gagal” di sini dalam arti: tidak pernah melakukan perbuatan yang dilarang Allah ketika menghadapi ujianNya. Bisa saja, manusia, dalam menghadapi ujian Allah dihadapi dengan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan aturan-aturan normatif agama. Umpamanya, ujian berupa kemiskinan; hendaknya dalam mengatasi ujian itu tidak dihadapi dengan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama seperti dengan mencuri, berbohong dan sebagainya atau ujian berupa kekayaan harusnya dihadapi dengan banyak-banyak bersedekah dan tidak menjadi orang yang pelit.

Potensi yang diberikan Allah kepada setiap manusia tersebut terbagi dua, yaitu:

1. Yang terdapat di diri manusia berupa Roh Allah, Akal dan Nafsu (dorongan untuk berbuat)

2. Yang berada di luar diri manusia, yaitu al-Quran, Sunnah Rasul dan Alam Semesta.

Potensi yang pertama merupakan potensi dasar yang dengan itu potensi kedua dapat dimanfaatkan, tanpa ada potensi pertama potensi yang kedua menjadi tidak ada artinya.

ROH ALLAH

Allah berfirman dalam al-Qur’an Surat as-Sajadah ayat 9:

“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”.

Ayat ini berkisah tentang proses penciptaan awal manusia, di mana pada saat itu sosok manusia, yang tercipta dari lumpur, disempurnakan penciptaannya dengan “dimasukkan” roh Allah pada tubuh manusia. Dengan demikian pada setiap manusia terdapat “diri” Allah, sehingga sifat-sifat mulia Allah bersemayam dalam diri manusia.

Dengan roh Allah itulah manusia dapat menemukan kebenaran dan dapat menuntun jalan kehidupan yang dipenuhi dengan ujian dan cobaan.

Roh tersebut bersemayam dalam qalbu manusia, dan akan memancar ke luar dalam bentuk perbuatan baik manusia (amal sholeh). Pancaran Roh Allah akan memancar dengan terang benderang apabila qalbu manusia tidak ditutupi oleh keinginan-keinginan duniawi. Di sinilah makna ikhlas terwujud dengan semestinya. Maksudnya bahwa setiap keinginan-keinginan duniawi harus dalam rangka mendapatkan ridho Allah, tapi kalau yang kita harapkan selain ridho Allah maka hal itulah yang akan menutupi qalbu manusia. Maka sangat wajar terjadi bila banyak manusia yang sholat tapi perbuatan munkar masih pula dilakukan, karena keikhlasan sholatnya belum sepenuhnya tercapai. Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan ibadah lainnya harus disertai dengan keikhlasan yang sempurna.

Maka kita dapat memahami makna ayat yang di atas, yaitu bahwa roh yang dihembuskan Allah ke dalam tubuh manusia akan terpancar melalui “pendengaran, “penglihatan”, dan “hati” manusia. Pendengaran, penglihatan dan hati yang dipancari Roh Allah akan menghasilkan suatu amal baik, sebagai bekal dalam menghadapi ujian Allah di muka bumi. Perlu ditegaskan di sini bahwa Allah hanya menguji manusia pada saat hidup di muka bumi tidak ada ujian ulangan ketika sudah tidak hidup di muka bumi lagi.

Jadi, potensi Roh Allah adalah sangat strategis bagi manusia dalam mengarungi dinamika kehidupan, hanya orang-orang bodoh saja yang tidak mau memanfaatkan potensi ini dengan menutupinya dengan keinginan sesat duniawi.

AKAL

Potensi berikutnya yang ada pada diri manusia adalah akal yang terdapat pada otak manusia. Untuk merenungi besarnya manfaat akal, berikut ini sabda rasulullah saw:

Wahai manusia! Mengertilah kalian tentang Tuhan kalian, saling berwasiatlah kalian dengan akal, niscaya kalian mengetahui apa yang diperintahkan kepada kalian dan apa yang dilarang untuk kalian. Ketahuilah, bahwa orang yang berakal ialah orang yang berbakti kepada Allah, meskipun ia tercela kelihatannya, hina urusannya, rendah pangkatnya, jelek tingkahnya. Ketahuilah, bahwa orang yang bodoh adalah orang yang mendurhakai Allah Ta’ala, walaupun ia orang yang bagus tampaknya, besar urusannya, mulia pangkatnya, baik tingkahnya, fasih lagi pandai berbicara. Kera dan babi lebih berakal menurut Allah Ta’ala, daripada orang yang mendurhakaiNya. Dan janganlah terbujuk dengan pengagungan ahli dunia kepada kalian, sebab mereka itu termasuk orang-orang yang “rugi”.(Ihya ‘Ulumuddin, Imam Alghazali, disunting oleh: K.H.Misbah Zainul Musthofa, CV Bintang Pelajar, hal 280)

Jelas sekali diterangkan oleh Nabi Muhammad saw bahwa dengan akal manusia dapat menentukan yang mana diperbolehkan oleh Allah, dan yang mana yang tidak diperbolehkan. Dijelaskan pula bagi mereka yang tidak mau menggunakan akal lebih rendah derajatnya dari babi dan kera.

Dan dengan akal pula manusia dijadikan sebagai puncak ciptaan Allah, sebagai makhluk terbaik; akal yang dibimbing oleh roh Allah.

Peliknya ujian yang ditimpakan Allah kepada manusia dapat dihadapi dengan menggunakan akal, karena potensi akal sangat luar biasa. Dengan akal manusia dapat menembus ruang angkasa, dapat menembus kedalaman Bumi, dapat melihat benda yang sangat kecil, dapat melihat sesuatu yang sangat jauh, dapat mendengar suara yang sangat halus dan lain sebagainya. Hampir tidak ada persoalan yang tidak dapat digapai oleh akal. Hanya sedikit sekali hal yang tidak dapat ditembus oleh akal, seperti mengenai hal-hal ghaib.

Mengingat sangat luar biasanya potensi akal tersebut, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk putus asa dalam menghadapi ujian Allah. Setiap persoalan pasti bisa dijawab oleh akal manusia, mungkin jawabannya saat ini belum terjawab tapi pada saatnya akal akan menemukan jawabannya, kecuali untuk sedikit hal.

NAFSU

Nafsu adalah keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan dan daya yang sejenis yang mengarahkan perilaku manusia. Dengan nafsu manusia menjadi mau beraktifitas dalam kehidupan ini, sehingga kehidupan manusia semakin hari semakin maju dan berkembang. Tanpa nafsu kehidupan manusia akan statis dan “mati”.

Nafsulah yang mengendalikan kehidupan manusia, karena itu nafsu harus dipelihara dari godaan-godaan syetan. Syetan akan menggoda manusia melalui pintu nafsu. Jadi, selain bisa membawa kemajuan, nafsu dapat juga membawa kerusakan dan kehancuran. Pada dasarnya nafsu manusia adalah hanif (cenderung kepada yang benar), tapi karena peran syetan yang membuat nafsu menjadi bersifat destruktif.

Nafsu terbagi tiga, yaitu:

1. Nafsu Ammarah adalah nafsu yang cenderung pada keinginan fisik-material dan mendorong pada prinsip-prinsip kenikmatan (pleasure principle). Namun apabila nafsu ini bekerjasama dengan akal dan roh Allah akan menghasilkan sesuatu yang produktif, kreatif dan konsumtif.

2. Nafsu Lawwamah adalah nafsu yang telah memperoleh pancaran Roh Allah, lalu ia bangkit untuk memperbaiki kebimbangam antara yang baik dan yang buruk. Nafsu ini apabila dipergunakan bersama dengan akal dan roh Allah akan menghasilkan sesuatu moralitas, sosialitas (kehidupan sosial), dan rasional (kemampuan daya pikir).

3. Nafsu Mutmainnah adalah nafsu yang telah dipancari oleh Roh Allah dengan sempurna, sehingga dapat meninggalkan hal-hal tercela dan tumbuh sifat-sifat baik, maka bersama akal dengan Roh Allah nafsu ini akan menghasilkan Iman , Islam dan Ihsan.

Demikianlah tiga potensi yang terdapat pada diri manusia, namun kesemua itu belum cukup untuk dijadikan bekal dalam menghadapi ujian Allah, manusia masih membutuhkan potensi lain yang berada di luar dirinya, yaitu:

AL QUR’AN DAN SUNNAH RASUL

Al Qur’an adalah Kitab fundamental Islam, wahyu Allah yang begitu sempurna, dalam bentuk puisi agung tiada tara, dalam bahasa dan isi yang penuh rangsangan kepada akal dan ilmu, bahasa yang halus sentuhannya kepada tali-temali sentimen, emosi dan rasa seni manusia. (Bachtiar Soerin, Terjemah dan tafsir Al Qur’an “Az-Zikra, hal. X, thn. 2004).

Di dalamnya tertuang berbagai petunjuk dalam menghadapi kehidupan di muka Bumi dan kebenarannya pasti. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Q.S. Al Baqarah/2: 2).

Ia menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam, berisi tentang pola-pola kehidupan di dunia dan akhirat. Siapa saja yang membaca dan mendalaminya, selain akan mendapatkan manfaat dalam menjalani kehidupan di muka bumi juga akan diberikan pahala yang melimpah-ruah.

Menjalani kehidupan menjadi mudah bagi mereka yang mau mendalami dan menghayati kandungan al Qur’an, yang ibarat mata air yang tak pernah kering, selalu mengalir memberikan solusi-solusi kehidupan manusia.

Kalaupun ada kesulitan bagi manusia dalam mendalami al-Qur’an, Nabi Muhammad saw telah menterjemahkannya dalam kehidupan beliau sehari-hari, sehingga menjadi mudahlah bagi manusia untuk melihat bagaimana bentuk manusia yang telah mempraktekkan isi al Qur’an.

Dengan demikian, mempelajari kehidupan nabi Muhammad saw menjadi suatu keniscayaan, agar manusia dapat melihat al-Qur’an yang hidup.

Apa saja yang dipraktekkan Muhammad saw dari al-Quran dalam kehidupannya inilah yang kita sebut Sunnah Rasul. Suatu pelajaran sangat berharga bagi manusia dan menjadi bukti bahwa isi al-Qur’an sangat mungkin untuk dipraktekkan oleh manusia sebagaimana telah dicontohkan beliau dan sahabat-sahabatnya

ALAM SEMESTA

Potensi selanjutnya yang disediakan Allah bagi manusia dalam mengahadapi ujiannya adalah seluruh isi jagad raya ini. Kesemuanya disediakan untuk me-mudahkan kehidupan manusia. Manusia selain bisa memanfaatkan alam semesta secara langsung juga dapat mengambil pelajaran yang berharga bagi dirinya. Alam terkembang menjadi guru, kata orang bijak.???

*) Penulis adalah pengurus masjid Al Muhtadin




Tidak ada komentar: