Selasa, 06 Mei 2008

Edisi Pertama No. 14

POTENSI MANUSIA

Oleh: M. Azam Prihatno Azwar*)

M

anusia pada setiap langkah kehidupannya akan selalu menemukan berbagai kejadian baik yang menggembirakan maupun yang menyedihkan. Sunnah Allah memang menghendaki hal yang demikian. Tidak ada seorang pun yang dapat lepas dari Sunnah Allah. Sunnah Allah meliputi seluruh sisi kehidupan manusia bahkan seluruh kehidupan alam raya. Demikianlah Allah menciptakan alam raya ini lengkap dengan tata aturan yang mengikatnya.

Tak seorang pun manusia, dalam kehidupan di muka bumi ini, yang senantiasa merasakan bahagia ataupun sengsara. Bahagia atau sengsara senantiasa bergantian mendatangi kehidupan manusia. Dibalik kekayaan seseorang terdapat kesengsaraan begitu juga dengan kemiskinan seseorang terdapat kebahagiaan, dengan kata lain pada setiap kebahagiaan menempel padanya kesengsaraan dan begitu pula sebaliknya pada kesengsaraan terdapat kebahagiaan. Allah mengatur semua itu dengan dinamika yang pasti mampu dijalani oleh manusia, sebagai suatu ujian dalam menempuh kehidupan ini. Pada dinamika kehidupan yang seperti inilah manusia diberikan tanggung jawab (amanah), yang nantinya akan diberikan balasan berupa kebahagiaan abadi (sorga) atau kesengsaraan abadi (neraka).

Dengan demikian, bahwa kebahagiaan abadi yang menjadi cita-cita setiap manusia, tidak hanya mungkin bagi orang kaya saja, tapi setiap manusia berhak untuk memperolehnya, tergantung dari seberapa besar kemampuan manusia menghadapi ujian sengsara dan bahagia.

Untuk menghadapi ujian-ujian tersebut, Allah melengkapi diri manusia dengan potensi yang dengannya, setiap manusia menjadi mampu untuk menghadapi ujian dalam bentuk apapun. Dengan potensi tersebut manusia tidak akan “gagal” dalam menghadapi ujian kehidupan, asalkan potensi itu digunakan semaksimal mungkin. “Gagal” di sini dalam arti: tidak pernah melakukan perbuatan yang dilarang Allah ketika menghadapi ujianNya. Bisa saja, manusia, dalam menghadapi ujian Allah dihadapi dengan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan aturan-aturan normatif agama. Umpamanya, ujian berupa kemiskinan; hendaknya dalam mengatasi ujian itu tidak dihadapi dengan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama seperti dengan mencuri, berbohong dan sebagainya atau ujian berupa kekayaan harusnya dihadapi dengan banyak-banyak bersedekah dan tidak menjadi orang yang pelit.

Potensi yang diberikan Allah kepada setiap manusia tersebut terbagi dua, yaitu:

1. Yang terdapat di diri manusia berupa Roh Allah, Akal dan Nafsu (dorongan untuk berbuat)

2. Yang berada di luar diri manusia, yaitu al-Quran, Sunnah Rasul dan Alam Semesta.

Potensi yang pertama merupakan potensi dasar yang dengan itu potensi kedua dapat dimanfaatkan, tanpa ada potensi pertama potensi yang kedua menjadi tidak ada artinya.

ROH ALLAH

Allah berfirman dalam al-Qur’an Surat as-Sajadah ayat 9:

“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”.

Ayat ini berkisah tentang proses penciptaan awal manusia, di mana pada saat itu sosok manusia, yang tercipta dari lumpur, disempurnakan penciptaannya dengan “dimasukkan” roh Allah pada tubuh manusia. Dengan demikian pada setiap manusia terdapat “diri” Allah, sehingga sifat-sifat mulia Allah bersemayam dalam diri manusia.

Dengan roh Allah itulah manusia dapat menemukan kebenaran dan dapat menuntun jalan kehidupan yang dipenuhi dengan ujian dan cobaan.

Roh tersebut bersemayam dalam qalbu manusia, dan akan memancar ke luar dalam bentuk perbuatan baik manusia (amal sholeh). Pancaran Roh Allah akan memancar dengan terang benderang apabila qalbu manusia tidak ditutupi oleh keinginan-keinginan duniawi. Di sinilah makna ikhlas terwujud dengan semestinya. Maksudnya bahwa setiap keinginan-keinginan duniawi harus dalam rangka mendapatkan ridho Allah, tapi kalau yang kita harapkan selain ridho Allah maka hal itulah yang akan menutupi qalbu manusia. Maka sangat wajar terjadi bila banyak manusia yang sholat tapi perbuatan munkar masih pula dilakukan, karena keikhlasan sholatnya belum sepenuhnya tercapai. Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan ibadah lainnya harus disertai dengan keikhlasan yang sempurna.

Maka kita dapat memahami makna ayat yang di atas, yaitu bahwa roh yang dihembuskan Allah ke dalam tubuh manusia akan terpancar melalui “pendengaran, “penglihatan”, dan “hati” manusia. Pendengaran, penglihatan dan hati yang dipancari Roh Allah akan menghasilkan suatu amal baik, sebagai bekal dalam menghadapi ujian Allah di muka bumi. Perlu ditegaskan di sini bahwa Allah hanya menguji manusia pada saat hidup di muka bumi tidak ada ujian ulangan ketika sudah tidak hidup di muka bumi lagi.

Jadi, potensi Roh Allah adalah sangat strategis bagi manusia dalam mengarungi dinamika kehidupan, hanya orang-orang bodoh saja yang tidak mau memanfaatkan potensi ini dengan menutupinya dengan keinginan sesat duniawi.

AKAL

Potensi berikutnya yang ada pada diri manusia adalah akal yang terdapat pada otak manusia. Untuk merenungi besarnya manfaat akal, berikut ini sabda rasulullah saw:

Wahai manusia! Mengertilah kalian tentang Tuhan kalian, saling berwasiatlah kalian dengan akal, niscaya kalian mengetahui apa yang diperintahkan kepada kalian dan apa yang dilarang untuk kalian. Ketahuilah, bahwa orang yang berakal ialah orang yang berbakti kepada Allah, meskipun ia tercela kelihatannya, hina urusannya, rendah pangkatnya, jelek tingkahnya. Ketahuilah, bahwa orang yang bodoh adalah orang yang mendurhakai Allah Ta’ala, walaupun ia orang yang bagus tampaknya, besar urusannya, mulia pangkatnya, baik tingkahnya, fasih lagi pandai berbicara. Kera dan babi lebih berakal menurut Allah Ta’ala, daripada orang yang mendurhakaiNya. Dan janganlah terbujuk dengan pengagungan ahli dunia kepada kalian, sebab mereka itu termasuk orang-orang yang “rugi”.(Ihya ‘Ulumuddin, Imam Alghazali, disunting oleh: K.H.Misbah Zainul Musthofa, CV Bintang Pelajar, hal 280)

Jelas sekali diterangkan oleh Nabi Muhammad saw bahwa dengan akal manusia dapat menentukan yang mana diperbolehkan oleh Allah, dan yang mana yang tidak diperbolehkan. Dijelaskan pula bagi mereka yang tidak mau menggunakan akal lebih rendah derajatnya dari babi dan kera.

Dan dengan akal pula manusia dijadikan sebagai puncak ciptaan Allah, sebagai makhluk terbaik; akal yang dibimbing oleh roh Allah.

Peliknya ujian yang ditimpakan Allah kepada manusia dapat dihadapi dengan menggunakan akal, karena potensi akal sangat luar biasa. Dengan akal manusia dapat menembus ruang angkasa, dapat menembus kedalaman Bumi, dapat melihat benda yang sangat kecil, dapat melihat sesuatu yang sangat jauh, dapat mendengar suara yang sangat halus dan lain sebagainya. Hampir tidak ada persoalan yang tidak dapat digapai oleh akal. Hanya sedikit sekali hal yang tidak dapat ditembus oleh akal, seperti mengenai hal-hal ghaib.

Mengingat sangat luar biasanya potensi akal tersebut, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk putus asa dalam menghadapi ujian Allah. Setiap persoalan pasti bisa dijawab oleh akal manusia, mungkin jawabannya saat ini belum terjawab tapi pada saatnya akal akan menemukan jawabannya, kecuali untuk sedikit hal.

NAFSU

Nafsu adalah keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan dan daya yang sejenis yang mengarahkan perilaku manusia. Dengan nafsu manusia menjadi mau beraktifitas dalam kehidupan ini, sehingga kehidupan manusia semakin hari semakin maju dan berkembang. Tanpa nafsu kehidupan manusia akan statis dan “mati”.

Nafsulah yang mengendalikan kehidupan manusia, karena itu nafsu harus dipelihara dari godaan-godaan syetan. Syetan akan menggoda manusia melalui pintu nafsu. Jadi, selain bisa membawa kemajuan, nafsu dapat juga membawa kerusakan dan kehancuran. Pada dasarnya nafsu manusia adalah hanif (cenderung kepada yang benar), tapi karena peran syetan yang membuat nafsu menjadi bersifat destruktif.

Nafsu terbagi tiga, yaitu:

1. Nafsu Ammarah adalah nafsu yang cenderung pada keinginan fisik-material dan mendorong pada prinsip-prinsip kenikmatan (pleasure principle). Namun apabila nafsu ini bekerjasama dengan akal dan roh Allah akan menghasilkan sesuatu yang produktif, kreatif dan konsumtif.

2. Nafsu Lawwamah adalah nafsu yang telah memperoleh pancaran Roh Allah, lalu ia bangkit untuk memperbaiki kebimbangam antara yang baik dan yang buruk. Nafsu ini apabila dipergunakan bersama dengan akal dan roh Allah akan menghasilkan sesuatu moralitas, sosialitas (kehidupan sosial), dan rasional (kemampuan daya pikir).

3. Nafsu Mutmainnah adalah nafsu yang telah dipancari oleh Roh Allah dengan sempurna, sehingga dapat meninggalkan hal-hal tercela dan tumbuh sifat-sifat baik, maka bersama akal dengan Roh Allah nafsu ini akan menghasilkan Iman , Islam dan Ihsan.

Demikianlah tiga potensi yang terdapat pada diri manusia, namun kesemua itu belum cukup untuk dijadikan bekal dalam menghadapi ujian Allah, manusia masih membutuhkan potensi lain yang berada di luar dirinya, yaitu:

AL QUR’AN DAN SUNNAH RASUL

Al Qur’an adalah Kitab fundamental Islam, wahyu Allah yang begitu sempurna, dalam bentuk puisi agung tiada tara, dalam bahasa dan isi yang penuh rangsangan kepada akal dan ilmu, bahasa yang halus sentuhannya kepada tali-temali sentimen, emosi dan rasa seni manusia. (Bachtiar Soerin, Terjemah dan tafsir Al Qur’an “Az-Zikra, hal. X, thn. 2004).

Di dalamnya tertuang berbagai petunjuk dalam menghadapi kehidupan di muka Bumi dan kebenarannya pasti. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Q.S. Al Baqarah/2: 2).

Ia menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam, berisi tentang pola-pola kehidupan di dunia dan akhirat. Siapa saja yang membaca dan mendalaminya, selain akan mendapatkan manfaat dalam menjalani kehidupan di muka bumi juga akan diberikan pahala yang melimpah-ruah.

Menjalani kehidupan menjadi mudah bagi mereka yang mau mendalami dan menghayati kandungan al Qur’an, yang ibarat mata air yang tak pernah kering, selalu mengalir memberikan solusi-solusi kehidupan manusia.

Kalaupun ada kesulitan bagi manusia dalam mendalami al-Qur’an, Nabi Muhammad saw telah menterjemahkannya dalam kehidupan beliau sehari-hari, sehingga menjadi mudahlah bagi manusia untuk melihat bagaimana bentuk manusia yang telah mempraktekkan isi al Qur’an.

Dengan demikian, mempelajari kehidupan nabi Muhammad saw menjadi suatu keniscayaan, agar manusia dapat melihat al-Qur’an yang hidup.

Apa saja yang dipraktekkan Muhammad saw dari al-Quran dalam kehidupannya inilah yang kita sebut Sunnah Rasul. Suatu pelajaran sangat berharga bagi manusia dan menjadi bukti bahwa isi al-Qur’an sangat mungkin untuk dipraktekkan oleh manusia sebagaimana telah dicontohkan beliau dan sahabat-sahabatnya

ALAM SEMESTA

Potensi selanjutnya yang disediakan Allah bagi manusia dalam mengahadapi ujiannya adalah seluruh isi jagad raya ini. Kesemuanya disediakan untuk me-mudahkan kehidupan manusia. Manusia selain bisa memanfaatkan alam semesta secara langsung juga dapat mengambil pelajaran yang berharga bagi dirinya. Alam terkembang menjadi guru, kata orang bijak.???

*) Penulis adalah pengurus masjid Al Muhtadin




Senin, 05 Mei 2008

Edisi Pertama No. 13

UMATKU?!

Oleh: M. Azam Prihatno Azwar*)

Berapa banyaknya penduduk negeri yang mendurhakai perintah Tuhan dan mendustakan rasul-rasulNya, mereka kami hisab dengan perhisaban yang keras, sedangkan di akhirat akan kami siksa dengan siksaan yang sangat mengerikan (Q.S. 65/At Talaq : 8)

Penjelasan Allah tentang kondisi suatu masyarakat di suatu negara/daerah seperti yang tertuang dalam Al Qur’an surat At Talaq di atas, diawali dengan pernyataan kuantitatif,yaitu “banyaknya penduduk yang durhaka” dimaksudkan untuk menyadarkan umat manusia terhadap dua hal: pertama, bahwa dengan banyaknya masyarakat yang mendurhakai Allah akan menimbulkan suatu kondisi kehidupan manusia yang tidak nyaman dan penuh kegelisahan sehingga dengan sendirinya upaya untuk membangun suatu masyarakat ideal akan semakin jauh dari realita.

Kedua, dengan “banyaknya” yang durhaka maka upaya yang sangat serius perlu dilakukan oleh sekelompok umat untuk mengurangi jumlah “penduduk durhaka” pada suatu negara/daerah. Upaya yang dilandasi oleh suatu semangat jihad yang dimanifestasikan dalam bentuk ‘amar ma’ruf nahi munkar.

Ayat tersebut kemudian dilanjutkan dengan suatu pertanggungjawaban (hisab) yang akan dimintai Allah pada hari akhir nanti, yang oleh karenanya Allah menegaskan kembali bahwa tidak ada suatu perbuatan yang dilakukan umat manusia yang tidak ada konsekuensinya, baik itu perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Manusia tidak pernah dibiarkan untuk ”bebas” berbuat di muka bumi ini. Allah telah menurunkan hidayahNya kepada setiap manusia berupa kalamNya dan Sunnah RasulNya, sebagai sumber mata air kehidupan yang sejuk dan jernih.

Kondisi Umat

Penduduk negeri yang mendurhakai Allah dan Rasul-rasulNya dapat digambarkan dengan jelas apabila realitas kehidupan umat manusia kita bandingkan dengan tuntunan suci umat manusia (Al Qur’an dan Sunnah Rasul), sebab, secara sederhana, penduduk yang mendurhakai Allah dan Rasul-rasulNya dapat didefinisikan sebagai penduduk yang tidak mau tunduk dan taat pada kitab tuntunan suci umat (Al Qur’an dan Sunnah Rasul).
Kondisi umat yang sekarang dominan terjadi di negeri ini, setidak-tidaknya, berhubungan dengan tiga hal, yaitu ”Otak”, ”Nafsu” dan ”Perut”.

A. Otak

Otak adalah alat berpikir yang diciptakan Allah dengan sangat luar biasa. Dalam otak manusia yang volumenya cuma 1,7 liter saja terdapat 100 milyar sampai 1 trilyun sel-sel syaraf, sehingga mampu menyimpan dan mengoperasionalkan bertriliyun memori untuk digunakan bagi kebahagiaan kehidupan manusia di muka bumi.

Sehingga dengan demikian, dengan otaknya manusia dapat menyelesaikan tugas-tugas ke-khalifahannya dengan relatif mudah. Dan oleh karena itu pula wahyu pertama yang diterima Muhammad SAW berhubungan erat dengan upaya untuk memaksimalkan fungsi otak, sebagaimana terdapat pada surat Al ’Alaq. ”Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu-lah yang paling pemurah, (yang mengajarkan manusia) dengan perantaraan kalam”.
Inilah perintah pertama yang diturunkan Allah kepada umat Muhammad. Bukan sholat yang pertama diperintahkan Allah tetapi ”Baca”, yang apabila manusia

mau melakukan itu, maka Allah akan memudahkan kita melakukan aktivitas ”Baca” dengan perantaraan Kalam (budaya tulis baca).

Aktivitas ”Baca” inilah yang kalau dilakukan dengan sungguh-sungguh akan memaksimalkan fungsi otak manusia, sehingga sel-sel syaraf yang ada di otak akan bekerja dan memudahkan manusia dalam aktivitasnya. Perintah ”Baca” yang dimaksudkan adalah membaca tentang segala hal bukan hanya yang tertulis tetapi yang ”tidak tertulis” seharusnya juga dibaca. Tapi, kalau kita lihat perkembangan intelektual umat muslim saat ini, masih memperhatinkan, umat Islam jauh tertinggal sisi intelektualnya dari umat lainnya.

Padahal Allah, pada ayat-ayat berikutnya di Al Qur’an sangat banyak menyentuh wilayah ini dengan kalimat-kalimat antara lain sebagai berikut:

- ... dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (Q.S. Al Baqarah : 269)

- ... maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan (Q.S. Al Maidah : 100)

Banyak lagi ayat-ayat yang sejenis dengan hal tersebut.

B. Nafsu

Yang kami maksudkan dengan nafsu disini adalah nafsu syahwat (biologis), yaitu dorongan manusiawi untuk melakukan ”sesuatu” kepada lawan jenis.

Kehidupan seksualitas antara lawan jenis semakin hari semakin bebas saja, tidak ubahnya dengan hewan. Seks bebas melanda umat kita sampai ke pelosok-pelosok desa. Batas-batas aurat (sesuatu yang tidak boleh dipertontonkan kepada sembarang orang) semakin lama semakin kabur. Ingat fenomena goyang Inul dan sekarang yang sedang hangat jadi pembicaraan publik-perilaku erotis Dewi Persik. Mata kita semakin sulit dijaga dari dosa-dosa pandangan, seakan-akan tidak ada lagi tempat yang “aman” dari dosa mata. Beruntunglah orang-orang yang diberi Tuhan kenikmatan sebagai tuna netra.

Kehidupan yang mengumbar nafsu secara bebas dilarang Allah melalui ayat-ayatNya pada Q.S. An Nur 30 dan 31.


“Katakanlah kepada laki-laki ber-iman:”Hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluannya ...”.

”Katakanlah kepada wanita yang beriman ”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasaannya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya...”.

Perintah ini sangat jelas dan gamblang sekali, namun betapa banyak umat yang mengabaikan bahkan menganggap sepele ayat ini.

C. Perut

Karena perut manusia bisa melakukan penipuan, korupsi, pembunuhan, pencurian bahkan perang antar negara. Karena urusan perut pulalah munculnya ideologi kapitalisme dan sosialisme. Hampir seluruh aktivitas kehidupan manusia di motivasi oleh ”perut”.

Dengan besar dan stategisnya tuntutan ”perut” dalam kehidupan manusia, hingga manusia sering lupa bahwa Allah juga memberikan tuntunanNya, agar kita selamat dan tidak terbuai oleh keinginan pemenuhan kebutuhan perut.

Kalau coba kita kolaborasikan surat Al Mau’un dan Surat At Takatsur, maka dapat kita lihat bagaimana Allah memberikan batasan-batasan dalam upaya pemenuhan tuntutan perut. Bahkan bagi mereka yang tetap saja melanggar batasan-batasan tersebut diberi gelar sebagai ”pendusta agama”. Batasan-batasan tersebut antara lain adalah:

- tidak boleh menyepelekan anak yatim

- mencegah setiap kegiatan yang dapat membuat orang lain menjadi miskin.

- Berbuat sombong dalam bentuk bermegah-megahan.

Dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan banyaknya orang yang susah dalam memenuhi tuntuan perut berbanding lurus dengan semakin banyak dan berkuasanya para ”pendusta agama”.

Melihat kondisi umat yang sedemikian, harus ada kaum beriman yang mau menyisihkan tenaga dan pikirannya, agar terjadi perbaikan yang signfikan.

Allah berfirman dalam Q.S. Al Maidah/5 : 54)

”Hai orang-orang beriman, barang siapa yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang:

1. Allah mencintai mereka dan mereka mencintainya.

2. yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin.

3. yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir.

4. yang berjihad di jalan Allah

5. dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela itulah karunia Allah, diberikanNya kepada siapa yang dikehendakinya dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.


Edisi Pertama No. 12

B I L A L

Oleh: M. Azam Prihatno Azwar*)

D

i bawah terik matahari yang membakar kulit, di sebuah padang pasir yang kering membara dan angin berhembus kencang menghisap setiap cairan yang disentuhnya, terlihat sesosok tubuh hitam-legam terbaring di hamparan pasir yang panas menusuk kulit. Seonggok batu besar menghimpit dadanya yang telanjang, seakan-akan hendak menenggelamkan tubuhnya ke dalam lautan pasir. Di bibirnya yang dipenuhi cairan ludah kering memutih, bergetar, terdengar bisikan lirih suara Tauhid; Ahad…Ahad…Ahad.

Sementara itu, di sekitar tubuh tak berdaya tersebut, sekelompok manusia berwajah sinis tertawa dengan riangnya diselingi oleh cacian yang penuh dengan kebencian dan dendam. Sekali-sekali mereka membolak-balik tubuh hitam-legam tersebut, seumpama orang yang sedang melakukan pesta kambing guling.

Tubuh pemuda buruk-rupa tersebut semakin kering layu, namun seakan tak terasa olehnya, bibir hitam tebalnya terus melantunkan nyanyian Cinta-Tauhid. Ahad...Ahad...Ahad. Dan, sekelompok manusia bengis mendengar ”nyanyian” itu, semakin memperpedih perlakuannya terhadap tubuh hitam-legam tersebut. Bukan hanya cacian yang dilontarkan tapi juga pukulan dan tendangan bergantian mereka lakukan. Tak terlihat pancaran iba dari mata mereka bahkan yang terpancar hanya sinar kebencian dan kekejaman.

Nyanyian Tauhid Si Hitam bukannya berhenti, malah semakin keras dan merdu. Nyanyian ikhlas dari dalam nurani; nyanyian keimanan seorang hamba Allah yang telah merasakan manisnya madu iman. Seolah-olah mengatakan: teruslah berbuat apa saja sekehendak hati kalian, aku tak peduli, sakit yang kurasakan pada tubuh hitam ini tidak ada apa-apanya bila dibandingkan nikmatnya madu iman. Tubuhku memang merasakan pedih yang tak terperi tapi jiwaku ini merasakan nikmat yang tak terucapkan. Semakin sakit siksaan yang kalian tempelkan di tubuh ini, semakin jiwa ini meraih nikmat yang paling hakiki. Kalian tak bisa menyiksa jiwa ini, kalian hanya dapat menyiksa jasad buruk rupa yang hitam-legam ini.

Inilah drama romantika Tauhid, pelakunya adalah Si Hitam Bilal bin Rabbah dan kaum penguasa Kafir Quraisy. Drama ini sangat populer, mengalahkan film ”Ayat-Ayat Cinta” yang sedang digandrungi masyarakat saat ini. Pelakunya tidak pernah mati sampai akhir zaman, selalu hidup di jiwa kaum beriman.
Drama ini menjadi contoh abadi dalam mengarungi lautan Tauhid yang luas dan dalam. Sehingga akhirnya, setiap jiwa yang mencoba menjadi seperti Bilal akan mendapatkan kebahagiaan hakiki seperti Bilal sendiri yang pada akhir kisahnya menjadi manusia yang dirindukan Sorga.

Di zaman modern sekarang ini, kisah Bilal bin Rabbah Si Pelantun Panggilan Sholat, hendaknya menjadi suatu kisah yang ”hidup”, tidak hanya sebagai cerita yang menjadi ”perpustakaan bisu” di buku-buku sejarah perjuangan Islam. Setiap saat umat Muslim--hendaknya--memainkan peran kehidupan laksana Bilal.

Bilal, sebagaimana dapat kita baca dalam buku-buku sejarah adalah seorang budak yang senantiasa menjaga konsistensi imannya. Apapun kejadian yang ada di
sekitarnya tidak menggoyahkan imannya kepada Yang Maha Lembut.

Dia bukan seorang penguasa, bukan orang yang memiliki banyak harta, juga bukan orang yang berpendidikan tinggi bahkan ia juga bukan manusia yang berparas rupawan. Ia hanyalah seorang budak yang buruk rupa hitam-legam laksana jelaga. Tapi, Allah swt memberi posisi yang sangat luar biasa di sisiNya, tapak kakinya pun mendahului Nabi Muhammad saw pada saat masuk ke sorga, tempat segala kenikmatan.

Ternyata Tuhan memberikan penghargaan kepada Bilal karena imannya yang tak tergoyahkan oleh apa pun. Fisik, status sosial, dan kekayaan diabaikan olehNya. Hal tersebut tidak dikategorikan Allah swt sebagai indikator keimanan Bilal.

Sosok seperti Bilal inilah yang semestinya menjadi tujuan misi dakwah umat Islam. Gerakan dakwah hendaknya berusaha untuk mencetak kader-kader yang teguh imannya. Kader yang selalu meno-morsatukan iman di atas yang lainnya.

Keteguhan iman seperti yang dimiliki Bilal, saat ini menjadi barang langka. Ini bukan berarti bahwa umat yang beridentitas Islam sedikit. Jumlahnya sangat banyak bahkan untuk di negeri ini umat Islam menjadi umat yang mayoritas dan terbanyak dibandingkan jumlah umat Islam di negara-negara lain di dunia.

Sosok Bilal harus menjadi inspirasi bagi setiap muslim. Kalau dulu Bilal dijemur diterik matahari, umat Islam sekarang dijemur oleh kenikmatan-kenikmatan duniawi sehingga keringlah spiritualnya. Dulu Bilal dihimpit oleh batu besar di dadanya, sekarang kita dihimpit oleh kesulitan ekonomis dan ketertinggalan ilmu pengetahuan. Bilal diteror dengan caci-maki dan hinaan, umat Islam sekarang diteror dengan gempuran senjata canggih dan penguasaan aset ekonomi strategis.

Bilal menjadi sosok yang dirindukan sorga bukan karena ketampanannya, sementara sekarang umat berlomba-lomba untuk mempercantik diri sehingga diadakanlah kontes-kontes kecantikan mulai dari tingkat desa sampai tingkat dunia, seakan-seakan dengan kontes inilah manusia sempurna akan tercipta.

Tapak kaki Bilal bisa mendahului tapak kaki rasul saw bukan karena kekayaannya, sedangkan sekarang orang dengan cara apapun berlomba-omba menumpuk kekayaannya. sehingga korupsi merajalela hampir pada setiap sektor kehidupan masyarakat.

Bilal mempertaruhkan nyawanya untuk keteguhan imannya, sementara sekarang iman dipertaruhkan untuk kepentingan-kepentingan sesaat.

Semua itu bukan berarti kita tidak boleh berwajah rupawan, memiliki kekayaan melimpah, punya status sosial yang strategis dan lain sebagainya, akan tetapi bagaimana kesemua hal tersebut dapat dibungkus oleh iman bukan sebaliknya kesemuanya yang membungkus iman yang berakibat imannya tertutupi oleh semua itu.

Kalau Bilal bin rabbah dirindukan sorga karena keteguhannya mempertahankan iman dari segala siksaan dan cobaan yang ditimpakan pada dirinya, maka apakah mungkin kita juga akan seperti beliau, apabila kita berislam hanya sekedar belaka, dan apabila iman kita mudah terpedaya oleh bujuk rayu materi dan kemolekan dunia.

Suatu pelajaran penting yang dapat kita ambil dari kisah Bilal bin Rabbah adalah: Bilal yang bukan ”siapa-siapa” dan tidak memiliki ”apa-apa” ternyata berada diposisi yang sangat mulia di sisi Allah SWT.

Karena itu, bisakah kita seperti Bilal di tengah kepungan arus zaman yang penuh dengan godaan dan kemaksiyatan? Mungkinkah iman kita mampu bertahan dari itu semua? Hanya pribadi kita masing-masing yang dapat menjawab pertanyaan tersebut.

”Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya ”(Q.S.2/Al Baqarah:25).

*) Penulis adalah salah satu pengurus masjid dan masih aktif di lembaga sosial masyarakat